HRD Kreatif
Kelebihan dan kekurangan masing-masing

Mana yang Lebih Efektif, Crowdfunding atau Traditional Fundraising?

Kelebihan dan kekurangan masing-masing

Fundraising atau penggalangan dana adalah tulang punggung berbagai organisasi, baik non-profit, startup sosial, hingga UMKM. Namun, seiring perkembangan teknologi, metode fundraising berkembang pesat. Jika dulu organisasi hanya mengandalkan cara tradisional seperti donasi langsung, gala dinner, atau proposal ke lembaga donor, kini hadir model baru yaitu crowdfunding

Menurut laporan World Bank (2019), potensi crowdfunding global diperkirakan mencapai US$ 93 miliar pada tahun 2025, menunjukkan bahwa model ini semakin populer. Namun, fundraising tradisional juga masih relevan, terutama untuk proyek besar yang membutuhkan kredibilitas tinggi.

Lalu, manakah yang lebih efektif? Artikel ini akan membandingkan crowdfunding dan traditional fundraising dari berbagai aspek agar Anda dapat memilih strategi terbaik.

1. Definisi Crowdfunding vs Traditional Fundraising

a. Crowdfunding

Crowdfunding adalah penggalangan dana dari masyarakat luas melalui platform online. Donatur bisa berasal dari siapa saja di seluruh dunia. Contoh platform global: Kickstarter, GoFundMe, Indiegogo. Di Indonesia: Kitabisa.com, GandengTangan, Ayopeduli.

Karakteristik crowdfunding:

  • Dilakukan secara online.

  • Transparansi tinggi dengan update real-time.

  • Mengandalkan storytelling dan kampanye digital.

b. Traditional Fundraising

Fundraising tradisional adalah metode konvensional yang melibatkan donasi langsung, proposal hibah, acara amal, corporate partnership, hingga door-to-door campaign.

Karakteristik fundraising tradisional:

  • Mengandalkan relasi personal.

  • Biasanya bersifat lokal atau institusional.

  • Melibatkan event fisik, pertemuan, atau proposal formal.

2. Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing

a. Kelebihan Crowdfunding

  1. Akses global: siapa pun bisa berdonasi.

  2. Biaya rendah: tidak perlu biaya event fisik.

  3. Efisiensi waktu: kampanye bisa diluncurkan dalam hitungan jam.

  4. Brand exposure: kampanye dapat viral di media sosial.

b. Kekurangan Crowdfunding

  1. Kompetisi ketat: ribuan kampanye berjalan bersamaan.

  2. Ketergantungan teknologi: akses internet dan literasi digital menjadi syarat.

  3. Risiko reputasi: jika proyek gagal, kepercayaan donatur bisa hilang.

  4. Jumlah donasi kecil: biasanya mengandalkan banyak donasi kecil, bukan satu donatur besar.

c. Kelebihan Traditional Fundraising

  1. Kredibilitas tinggi: proposal formal sering lebih dipercaya lembaga donor.

  2. Jumlah besar: donasi dari perusahaan atau lembaga biasanya lebih signifikan.

  3. Relasi jangka panjang: hubungan personal dapat menciptakan loyalitas donatur.

  4. Cocok untuk proyek besar: pembangunan rumah sakit, sekolah, atau kampanye nasional.

d. Kekurangan Traditional Fundraising

  1. Biaya tinggi: event amal memerlukan dana besar.

  2. Proses lama: persetujuan hibah bisa memakan waktu berbulan-bulan.

  3. Skalabilitas terbatas: sulit menjangkau donatur global tanpa jaringan kuat.

  4. Bergantung pada relasi: jika jaringan terbatas, peluang dana kecil.

3. Jenis Proyek yang Cocok untuk Masing-Masing

a. Cocok untuk Crowdfunding

  • Proyek kreatif (film, musik, desain).

  • Startup sosial berbasis teknologi.

  • Program darurat (bencana alam, kesehatan).

  • Proyek komunitas kecil (renovasi masjid, beasiswa lokal).

b. Cocok untuk Traditional Fundraising

  • Proyek jangka panjang (pembangunan sekolah, rumah sakit).

  • Program dengan nilai miliaran rupiah.

  • Organisasi besar dengan reputasi tinggi.

  • Kolaborasi dengan pemerintah atau perusahaan multinasional.

Menurut Stanford Social Innovation Review (2020), crowdfunding lebih cocok untuk short-term project dengan target donasi < US$ 50.000, sementara fundraising tradisional lebih efektif untuk long-term project dengan target di atas US$ 500.000.

4. Studi Kasus Perbandingan

a. Charity: Water (Crowdfunding)

Organisasi ini menggunakan crowdfunding digital untuk membangun sumur di Afrika. Melalui storytelling visual, mereka berhasil mengumpulkan lebih dari US$ 370 juta dari donatur kecil di seluruh dunia.

b. UNICEF (Traditional Fundraising + Hybrid)

UNICEF tetap mengandalkan traditional fundraising melalui corporate partnership dan hibah pemerintah. Namun, mereka juga meluncurkan kampanye digital. Kombinasi ini menghasilkan pendapatan lebih dari US$ 7 miliar per tahun.

c. Kitabisa.com (Indonesia, Crowdfunding)

Platform ini menjadi contoh sukses lokal dengan mengumpulkan lebih dari Rp 1,8 triliun donasi pada tahun 2022, terutama untuk bantuan medis dan bencana alam.

d. Red Cross (Traditional Fundraising)

Palang Merah Internasional menggunakan event amal, donasi perusahaan, dan hibah pemerintah. Saat pandemi COVID-19, mereka berhasil menggalang dana lebih dari US$ 1 miliar melalui jalur tradisional.

5. Kesimpulan: Kapan Harus Memilih yang Mana?

Tidak ada jawaban tunggal apakah crowdfunding atau traditional fundraising lebih efektif. Keduanya memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing.

  • Gunakan Crowdfunding jika:

    • Proyek bersifat jangka pendek.

    • Target dana relatif kecil-menengah.

    • Audiens muda dan digital-savvy.

    • Storytelling emosional dapat memicu donasi viral.

  • Gunakan Traditional Fundraising jika:

    • Proyek besar dengan dana miliaran.

    • Perlu kredibilitas institusional.

    • Menargetkan donor perusahaan, pemerintah, atau lembaga.

    • Hubungan jangka panjang menjadi prioritas.

Bahkan, tren terkini menunjukkan kombinasi keduanya (hybrid fundraising) menjadi pilihan paling efektif. Organisasi bisa memanfaatkan crowdfunding untuk awareness sekaligus fundraising cepat, lalu melengkapi dengan metode tradisional untuk proyek jangka panjang.

Kelola fundraising organisasi Anda dengan lebih efektif, profesional, dan berkelanjutan. Jangan lewatkan kesempatan untuk mempelajari strategi terbaru dan praktik terbaik dalam fundraising management. Klik tautan ini sekarang untuk mendapatkan panduan, pelatihan, dan penawaran spesial yang bisa membantu meningkatkan donasi dan keberlanjutan organisasi Anda.

Referensi

  • World Bank. (2019). Crowdfunding Potential in Emerging Markets.
  • Stanford Social Innovation Review. (2020). Choosing the Right Fundraising Model.
  • Bloomerang. (2022). Fundraising Effectiveness Report.
  • Charity: Water Annual Report (2021).
  • UNICEF Annual Report (2022).
  • Kitabisa.com Impact Report (2022).
  • International Federation of Red Cross (2021). COVID-19 Response Fundraising Report.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *