Ingin HR Dianggap Mitra Strategis? Mulai dari TNA yang Tepat

Di banyak perusahaan, posisi HR masih terjebak di fungsi administratif: rekrutmen, absensi, dan penggajian. Padahal, era bisnis modern menuntut HR naik kelas menjadi mitra strategis yang berperan aktif dalam arah bisnis. Salah satu pintu masuk menuju peran tersebut adalah kemampuan menyusun Training Need Analysis (TNA) yang presisi, berbasis data, dan selaras dengan target organisasi.
Tim HR yang menguasai strategi TNA tak hanya membuktikan kontribusinya terhadap performa bisnis, tetapi juga memposisikan diri sebagai bagian dari pengambilan keputusan strategis.
Mengapa TNA Menentukan Peran Strategis HR?
TNA bukan sekadar daftar pelatihan yang diinginkan karyawan. TNA adalah proses untuk:
- Mengidentifikasi gap kompetensi yang menghambat performa.
- Menentukan prioritas pengembangan SDM berbasis urgensi bisnis.
- Mendesain pelatihan yang relevan dan berdampak.
Ketika TNA dilakukan asal-asalan, pelatihan menjadi sia-sia. Namun, saat TNA dilakukan secara strategis dan kolaboratif, hasilnya bisa:
- Meningkatkan ROI pelatihan.
- Meningkatkan engagement antar fungsi kerja.
- Menurunkan risiko miskompetensi dan kesalahan operasional.
Ciri Strategi TNA yang Menunjukkan HR Siap Naik Level
1. Terintegrasi dengan Visi Bisnis
TNA yang strategis dimulai dengan memahami prioritas organisasi. Misalnya, jika perusahaan ingin ekspansi pasar, HR wajib mengidentifikasi kompetensi apa yang dibutuhkan untuk mendukung ekspansi tersebut—bukan hanya pelatihan rutin tahunan.
2. Kolaboratif, Bukan HR Saja yang Tentukan
TNA tidak boleh eksklusif milik HR. Ia harus menjadi produk kerja lintas fungsi. Tim HR yang cerdas melibatkan:
- Manajer lini (line manager) untuk menganalisis performa tim.
- Divisi keuangan untuk menyelaraskan anggaran.
- Divisi strategis untuk memetakan dampak kompetensi terhadap tujuan jangka panjang.
3. Berbasis Data, Bukan Intuisi
HR yang visioner tidak mengandalkan feeling. Mereka memakai data:
- Data performa (KPI): Siapa yang butuh pelatihan dan kenapa?
- Data feedback pelanggan: Apakah ada gap kompetensi yang dirasakan klien?
- Data hasil pelatihan sebelumnya: Apa yang efektif dan apa yang gagal?
HR harus berani bilang, “Kami mengusulkan pelatihan A karena 78% tim sales tidak memenuhi target Q2, dan kami temukan gap di skill negosiasi.”
4. Menghasilkan Output yang Bisa Diuji
TNA yang bagus seharusnya bisa diuji efektivitasnya 3 bulan setelah pelatihan dijalankan. TNA strategis selalu menghasilkan:
- Daftar kompetensi prioritas.
- Rekomendasi program pelatihan berbasis urgensi.
- Target hasil yang terukur, misalnya: peningkatan akurasi laporan, percepatan delivery, pengurangan kesalahan layanan, dll.
Langkah-Langkah Menyusun TNA Strategis
Langkah 1: Kenali Arah Bisnis dan Tantangan
HR harus ikut dalam diskusi strategi tahunan. Ajukan pertanyaan:
- Apa tantangan bisnis 6-12 bulan ke depan?
- Apakah ada transformasi digital, ekspansi, atau inovasi produk?
- Kompetensi apa yang akan jadi game-changer?
Contoh:
Jika perusahaan akan mengadopsi sistem ERP baru, maka pelatihan manajemen perubahan (change management) jadi prioritas, bukan pelatihan public speaking.
Langkah 2: Lakukan Task & Performance Gap Analysis
Bedakan antara:
- Task analysis: Apa saja tugas-tugas utama di tiap jabatan?
- Performance analysis: Apakah tugas itu dijalankan sesuai standar?
Contoh:
- Tugas: Menyusun laporan proyek mingguan.
- Gap: Laporan sering terlambat, tidak sesuai format, atau tidak analitis.
Dari sini, HR bisa menyimpulkan: pelatihan project reporting & data insight lebih dibutuhkan daripada pelatihan Excel dasar.
Langkah 3: Gunakan Skoring Kebutuhan Pelatihan
TNA strategis menilai setiap kebutuhan berdasarkan:
- Urgensi bisnis: Apakah ini terkait target tahunan?
- Jumlah karyawan terdampak: Apakah gap ini dirasakan banyak orang?
- Potensi dampak finansial: Apakah gap ini menyebabkan kerugian?
Gunakan skala 1–5 dan fokuslah pada yang skornya tertinggi.
Langkah 4: Libatkan Manajer dan Supervisor
Kolaborasi ini membangun kepercayaan dan menjadikan HR bagian dari solusi. HR bukan pengamat tunggal performa. Minta manajer unit untuk memberikan:
- Evaluasi performa tim.
- Observasi kompetensi kritis yang masih lemah.
- Ide pelatihan atau mentoring yang dibutuhkan.
Langkah 5: Validasi dengan Data Nyata
Misalnya, jika absensi tinggi di tim produksi, jangan langsung buat pelatihan disiplin. Lihat dulu datanya bisa jadi masalahnya pada beban kerja, bukan motivasi. Gunakan:
- Hasil KPI tahunan.
- Data audit internal.
- Feedback pelanggan.
- Data resign atau absensi tinggi.
Langkah 6: Susun Rekomendasi dengan Target KPI Pelatihan
Jangan hanya sebut “butuh pelatihan komunikasi.” Sebut:
- Jenis pelatihan.
- Durasi.
- Target perubahan (misalnya: waktu respon email turun dari 2 hari ke 1 hari).
- Unit yang diikutkan.
- Anggaran yang diperlukan.
KPI Pelatihan: Ukur Dampaknya, Bukan Sekadar Kelulusan
Untuk menunjukkan hasil TNA yang akurat, HR perlu menetapkan indikator:
- Sebelum pelatihan: Gap KPI, hasil audit, keluhan pelanggan.
- Setelah pelatihan: Perubahan perilaku, hasil kerja, feedback internal.
Gunakan rumus sederhana:
KPI = (Capaian setelah pelatihan – Capaian sebelum pelatihan) ÷ Capaian sebelum × 100%
Contoh:
- Sebelum pelatihan, tim menyelesaikan 30 permintaan per minggu.
- Setelah pelatihan, naik jadi 45 permintaan per minggu.
- Artinya, ada peningkatan produktivitas sebesar 50%.
Tips Memperbaiki TNA yang Sudah Jalan tapi Kurang Akurat
- Audit hasil pelatihan 6 bulan ke belakang. Apa saja yang tidak berdampak? Lacak apakah masalahnya ada di tahap TNA.
- Perbarui data gap kompetensi setiap kuartal. Jangan hanya lakukan TNA di awal tahun.
- Gunakan feedback alumni pelatihan. Apakah pelatihan yang mereka jalani benar-benar menyelesaikan tantangan di lapangan?
- Kolaborasi dengan divisi IT untuk dashboard TNA. Gunakan platform digital untuk memantau real-time.
- Latih HR internal tentang teknik TNA modern. Termasuk behavioral interview, performance mapping, dan competency modeling.
Pelatihan ini dirancang dengan metode yang interaktif dan aplikatif agar peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu mengimplementasikan TNA secara efektif di lingkungan kerja mereka. Proses pembelajaran dimulai dengan presentasi teori yang menjelaskan konsep dasar TNA serta teknik identifikasi kebutuhan pelatihan yang tepat sasaran. Selanjutnya, peserta diajak untuk menyelami studi kasus nyata guna melihat langsung bagaimana TNA diterapkan dalam berbagai konteks organisasi.
Untuk memperkuat pemahaman, tersedia latihan praktik berupa simulasi penyusunan TNA yang merefleksikan kondisi sebenarnya di perusahaan. Sesi diskusi dengan instruktur memberikan ruang bagi peserta untuk menggali solusi atas tantangan implementasi TNA yang mereka hadapi. Di akhir program, peserta dapat mengikuti ujian untuk meraih sertifikasi TNA, sebagai pengakuan profesional atas kompetensi mereka dalam menganalisis kebutuhan pelatihan secara sistematis dan terstruktur.
Jadikan TNA sebagai fondasi dalam merancang program pengembangan karyawan yang relevan, terukur, dan berkontribusi langsung pada pencapaian bisnis. Pelajari lebih lanjut cara menyusun TNA yang efektif dan terapkan di organisasi Anda sekarang juga. Silahkan klik tautan ini untuk mengetahui jadwal pelatihan dan penawaran spesial.